Jumat, 01 Februari 2013

peranan pendidikan dalam meningkatkan sumber daya manusia



BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sejalan dengan pesatnya laju pembangunan, jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun juga mengalami peningkatan yang cukup berarti. Melalui jalur pendidikan baik formal mulai dari pendidikan dasar, sekolah menengah sampai dengan pendidikan tinggi, maupun non formal Pemerintah bertekad untuk membekali masyarakat (peserta didik) sehingga mampu hidup layak sebagai anggota masyarakat. Pembaharuan dan penyempurnaan di bidang pendidikan terus-menerus dilakukan, mencakup segi kualitas, relevansi, maupun pemerataan. Lebih Ianjut untuk mengatasi kesenjangan antara produk pendidikan dan kebutuhan tenaga kerja dunia industri telah dijalin berbagai bentuk kerjasama yung saling mendukung dan menguntungkan. Karena itu lembaga pendidikun dituntut untuk segera melakukan konsolidasi, di pihak lain dunia kerja/industri dituntut untuk lebih membuka diri. Dengan demikian diharapkun upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, terutama dalam kaitannya dengan bidang pendidikan dan ketenagakerjaan dapat dicapai secara maksimal. 
Sejalan dengan tantangan kehidupan global, pendidikan merupakan hal yang sangat penting karena pendidikan salah satu penentu mutu Sumber Daya Manusia. Dimana dewasa ini keunggulan suatu bangsa tidak lagi ditandai dengan melimpahnya kekayaan alam, melainkan pada keunggulan Sumber Daya Manusia (SDM). Dimana mutu Sember Daya Manusia (SDM) berkorelasi positif dengan mutu pendidikan, mutu pendidikan sering diindikasikan dengan kondisi yang baik, memenuhi syarat, dan segala komponen yang harus terdapat dalam pendidikan, komponen-komponen tersebut adalah masukan, proses, keluaran, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana serta biaya.
Mutu pendidikan tercapai apabila masukan, proses, keluaran, guru, sarana dan prasarana serta biaya apabila seluruh komponen tersebut memenuhi syarat tertentu. Namun dari beberapa komponen tersebut yang lebih banyak berperan adalah tenaga kependidikan yang bermutu yaitu yang mampu menjawab tantangan-tantangan dengan cepat dan tanggung jawab. Tenaga kependidikan pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut tenaga kependidikan untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian penguasaan kompetensinya.
Pendidikan yang bermutu sangat membutuhkan tenaga kependidikan yang professional. Tenaga kependidkan mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan pengetahuan, ketrampilan, dan karakter peserta didik. Oleh karena itu tenaga kependidikan yang professional akan melaksanakan tugasnya secara professional sehingga menghasilkan tamatan yang lebih bermutu. Menjadi tenaga kependidikan yang profesional tidak akan terwujud begitu saja tanpa adanya upaya untuk meningkatkannya, adapun salah satu cara untuk mewujudkannya adalah dengan pengembangan profesionalisme ini membutuhkan dukungan dari pihak yang mempunyai peran penting dalam hal ini adalah kepala sekolah, dimana kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan yang sangat penting karena kepala sekolah berhubungan langsung dengan pelaksanaan program pendidikan di sekolah.
Profesionalisme tenaga kependidikan juga secara konsinten menjadi salah satu faktor terpenting dari mutu pendidikan. Tenaga kependidikan yang profesional mampu membelajarkan murid secara efektif sesuai dengan kendala sumber daya dan lingkungan. Namun, untuk menghasilkan guru yang profesional juga bukanlah tugas yang mudah. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran siswa. Agar proses pendidikan dapat berjalan efektif dan efisien, guru dituntut memiliki kompetensi yang memadai, baik dari segi jenis maupun isinya
Ada dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang atau tidak berhasil. Pertama strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan ( sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagai mana yang diharapkan. Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori education production function (Hanushek, 1979,1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah), melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri.
Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa komleksitasnya cakupan permasalahan pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat.
2. Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah:
1.      Agar dapat mengetahui bagaimana peran pendidikan dalam meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia.
2.      Peranan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Mutu dan Kualitas Pendidikan
3.      Agar dapat mengetahui apa yang harus dilakukan sebagai seorang guru dalam meningkatkan Sumber Daya Manusia.
4.      Agar dapat mengetahui peran aktif siswa dalam meningkatkan Mutu dan kualitas pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.       Peranan Pendidikan dalam meningkat Sumber Daya Manusia
Persoalan ketenagakerjaan selalu mendapat perhatian yang serius dari berbagai kalangan,  baik  pemerintah, swasta maupun dari masyarakat. Kompleksitas permasalahan ketenagakerjaan ini dapat dipandang sebagai suatu upaya masing-masing individu untuk memperoleh dan mempertahankan hak-hak kehidupan yang melekat pada manusia agar memenuhi kebutuhan demi kelangsungan hidup.
Tujuan pembangunan nasional, yaitu terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan dan berdaya saing maju dan sejahtera dalam wadah negara kesatuan republik indonesia yang didukung oleh manusia yang sehat, mandiri dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.
Dari tujuan tersebut tercermin bahwa sebagai titik sentral pembangunan adalah pemberdayaan sumber daya manusia termasuk tenaga kerja, baik sebagai sasaran pembangunan maupun sebagai pelaku pembangunan. Dengan demikian, pembangunan ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek pendukung keberhasilan pembangunan nasional. Di sisi lain, terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan pembangunan nasional tersebut, khususnya dibidang dibidang ketenagakerjaan, sehingga diperlukan kebijakan dan upaya dalam mengatasinya.
Sehubungan hal tersebut di atas pengembangan SDM di Indonesia dilakukan melalui tiga jalur utama, yaitu pendidikan, pelatihan dan pengembangan karir di tempat kerja. Jalur pendidikan merupakan tulang punggung pengembangan SDM yang dimulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Sementara itu, jalur pelatihan dan pengembangan karir di tempat kerja merupakan jalur suplemen dan komplemen terhadap pendidikan.
Arah pembangunan SDM di indonesia ditujukan pada pengembangan kualitas SDM secara komprehensif meliputi aspek kepribadian dan sikap mental, penguasaan ilmu dan teknologi, serta profesionalisme dan kompetensi yang ke semuanya dijiwai oleh nilai-nilai religius sesuai dengan agamanya. Dengan kata lain, pengembangan SDM di Indonesia meliputi pengembangan kecerdasan akal (IQ), kecerdasan sosial (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ).
Dalam rangka pengembangan SDM di indonesia, banyak tantangan yang harus dihadapi. Tantangan pertama adalah jumlah penduduk yang besar, yaitu sekitar 216 juta jiwa. Tantangan kedua adalah luasnya wilayah indonesia yang terdiri dari 17.000 pulau dengan penyebaran penduduk yang tidak merata. Tantangan ketiga adalah mobilitas penduduk yang arus besarnya justru lebih banyak ke pulau Jawa dan ke kota-kota besar.
Berbagai tantangan seperti itu, memerlukan konsep, strategi dan kebijakan yang tepat agar pengembangan SDM di Indonesia dapat mencapai sasaran yang tepat secara efektif dan efisien. Hal ini penting dilakukan karena peningkatan kualitas SDM Indonesia tidak hanya untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing di dalam maupun diluar negeri, tetapi juga untuk meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan penghasilan bagi masyarakat.
Hal yang dapat digaris bawahi dari perubahan manajemen pendidikan yaitu adanya pengurangan peran pemerintah dalam pengelolaan sekolah. Sebaliknya, terjadi peningkatan peran sekolah dan masyarakat yang diyakini bahwa sekolah dan masyarakatlah yang mengetahui “kelemahan dan kekuatan” yang ada. Dalam hubungannya dengan peran dan partisipasi masyarakat terhadap peningkatan kualitas pendidikan, Ridono Aidad menyebutkan sebagai berikut : (1). memberikan bantuan pendidikan melalui sumbangan pendidikan. (2). menyadarkan tentang pentingnya pendidikan, sehingga menyekolahkan anaknya keberbagai lembaga pendidikan. (3). Memberikan pendidikan di rumah sebagai pengganti gurunya di sekolah. (4). Membantu guru mengawasi perilaku siswa di lingkungan lainnya. (5). Memberikan saran dan pendapat positif secara aktif terhadap lembaga pendidikan yang ada, guna peningkatan mutu pendidikan yang lebih baik. (6). Melaporkan keadaan siswa yang dapat menghambat pendidikannya kepada guru (wali kelas) atau kepala sekolah yang bersangkutan. (7). Mengkoordinir para orang tua murid untuk secara bersama-sama memikirkan kemajuan dan cara terbaik untuk peningkatan mutu yang lebih tinggi lagi.
Sebagai bahan yang dapat dipertimbangkan dalam hubungannya dengan upaya peningkatan mutu, dapat kita simak prinsif-prinsif W. Edward Deming sebagai mana dikutif oleh Randall S. Schuler dalam buku “Manajemen Sumber Daya Manusia”, sebagai berikut : (1). Ciptakan konsistensi dan keberlanjutan tujuan. (2). Jangan berikan toleransi pada jenis kesalahan yang akan mengakibatkan penundaan pekerjaan, bahan yang rusak, atau pekerjaan yang buruk. (3). Hilangkan ketergantungan pada pemeriksaan massal.4). Kurangi jumlah pemasok . (5). Lakukan pencarian masalah dalam sistem secara rutin dan lakukan perbaikan. (6). Lembagakan metode pelatihan modern, dengan menggunakan statistik. (7). Pusatkan pekerjaan penyeliaan untuk membantu karyawan melakukan pekerjaan yang lebih baik. Sediakan alat dan teknik supaya karyawan memiliki rasa bangga terhadap pekerjaannya. (8). Hilangkan rasa kuatir. Komunikasi dua arah harus dirangsang. (9). Hancurkan penghalang antar departemen. Lakukan pemecahan masalah melalui kerja kelompok. (10). Hilangkan penggunaan sasaran numerik, slogan, dan poster untuk karyawan. (11). Gunakan metode statistik untuk melanjutkan perbaikan mutu dari produktivitas serta hilangkan semua standar yang menggunakan kuota jumlah. (12). Hilangkan penghalang sehingga karyawan merasa bangga dengan pekerjaan yang dilakukan. (13). Lembagakan program pelatihan dan pendidikan supaya karyawan dapat terus mengikuti perkembangan metode, material, dan teknologi terbaru. (14). Jelaskan komitmen permanen manajemen terhadap mutu produktivitas.
Apa yang dikemukakan Randall secara implisit memang bukan untuk mengatasi permasalahan “mutu” pada dunia pendidikan, tetapi pada dewasa ini kesuksesan manajemen industri telah membuat iri para pengelola pendidikan. Namun upaya peningkatan mutu, baik pada bidang industri maupun pada bidang pendidikan bukanlah pekerjaan yang mudah. Untuk meningkatkan mutu pada bidang pendidikan dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti mutu masukan pendidikan, mutu sumber daya pendidikan, mutu guru dan pengelola pendidikan, mutu proses pembelajaran, sistem ujian dan pengendalian mutu, serta kemampuan pengelola pendidikan untuk mengantisipasi dan menangani berbagai pengaruh lingkungan pendidikan.
Tanpa mengabaikan peranan faktor penting lainnya, mutu guru telah ditemukan oleh berbagai studi sebagai faktor yang paling konsisten dan kuat dalam mempengaruhi mutu pendidikan.¬¬ Bahkan salah satu poin dari hasil Konfrensi Khusus Antar Pemerintah mengenai status guru yang diselenggerakan Oleh UNESCO/ILO pada tahun 1966 di Paris menyebutkan bahwa :
“Harus diakui bahwa kemajuan dalam pendidikan dan sebagian besar bergantung kepada kewenangan dan kemampuan staff pendidikan pada umumnya dan kepada mutu paedagogis serta teknis insani dari guru-guru seorang demi seorang”.
Ungkapan yang sering kita dengar bahwa “guru merupakan tulang punggung bangsa dan negara” atau informasi yang belum diketahui sumber aslinya tentang Jepang sesudah dua kota ( Hirosyima dan Nagasaki ) dijatuhi bom Atom oleh sekutu pada tahun 1945. Konon yang pertama kali ditanyakan oleh Kaisar adalah berapa jumlah guru yang masih hidup, bukan jumlah jenderal atau lainnya. Di sini menunjukkan bahwa guru menduduki tempat yang penting dan terhormat.
Guru yang bermutu adalah mereka yang mampu membelajarkan murid secara efektif, sesuai dengan kendala, sumber daya, dan lingkungannya. Di lain pihak, upaya menghasilkan guru yang bermutu juga merupakan tugas yang tidak mudah. Mutu guru juga berarti tenaga pengajar yang mampu melahirkan lulusan yang bermutu, sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan berbagai jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. Di lain pihak, mutu guru sangat berkaitan dengan pengakuan masyarakat akan status guru sebagai jabatan profesional. Dalam hubungannya dengan hal tersebut, D. Sudjana S. menyatakan bahwa profesi guru harus memiliki tiga kompetensi, yaitu kompetensi pribadi, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.
Kompetensi pribadi, mencakup kedewasaan psikis, dedikasi, idealisme, itikad untuk membantu orang lain, menghargai orang lain, keteladanan, kejujuran, ikhlas, terbuka, dan tidak kaku. Kompetensi Profesional, mencakup kemampuan dan kewenangan khusus dalam materi dan proses pembelajaran; memiliki wawasan yang luas dengan memahami berbagai materi dan proses pembelajaran yang berkaitan dengan kemampuan dan kewenangan khusus yang dimiliki; mengembangkan diri untuk menjadi spesialis dalam materi dan proses pembelajaran; memperoleh pengakuan dari masyarakat yang menjadi layanannya; dan mempunyai jaringan profesional dari pihak lain. Kompetensi sosial, … memiliki sikap pengabdian kepada masyarakat; memahami prinsif-prinsif sebagai pembantu, peneliti dan pengembang masyarakat; dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial atau pembangunan masyarakat.
Sikap keragu-raguan terhadap mutu profesi guru dewasa ini sering terlontar dikalangan masyarakat, merupakan akibat dari persiapan tenaga guru yang belum memadai. Banyak pihak yang mengungkapkan bahwa mutu profesi guru cenderung belum didasarkan pada konsep yang jelas dan konsisten agar memperoleh pengakuan khusus dari masyarakat. Untuk menjawab tantangan ini, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dalam kongresnya yang ke XIII di Jakarta telah menghasilkan keputusan penting bagi peningkatan citra dan mutu guru, yaitu “Kode Etik Guru”. Kode Etik Guru merupakan pedoman dasar bagi guru dalam melaksanakan tugas profesinya. Uraian Kode Etik Guru sebagai berikut : (1). Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. (2). Guru memiliki dan melaksanakan kejujuruan profesional. (3). Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan. (4). Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar. (5). Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid masyarakat disekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan. (6). Guru secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan mutu martabat profesinya. (7). Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial. (8). Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. (9). Guru melaksanakan segala kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang pendidikan.
Dari pengalaman selama ini dalam meningkatkan kemampuan guru diperoleh kesimpulan bahwa guru yang bermutu ialah mereka yang memiliki kemampuan profesional dengan berbagai kapasitasnya sebagai pendidik. Dalam studi tersebut ditemukan bahwa guru yang bermutu diukur dengan empat faktor utama yaitu : (1) kemampuan profesional; (2) upaya profesional; (3) waktu yang dicurahkan untuk kegiatan profesional; dan (4) kesesuaian antara keahlian dan pekerjaannya.
Keempat faktor utama sebagai ukuran mutu guru, Wardiman Djoyonegoro menguraikan sebagai berikut :
Kemampuan profesional guru terdiri dari kemampuan intelegensi, sikap, dan prestasinya dalam bekerja. Dalam berbagai penelitian, kemampuan profesional guru ditunjukkan dengan tinggi-rendahnya nilai tes yang mengukur kemampuan menguasai materi pelajaran yang diajarkan. Secara sederhana, kemampuan profesional ini bisa ditunjukan dengan kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan tentang materi pelajaran yang diajarkan termasuk upaya untuk selalu memperkaya dan meremajakan pengetahuan tersebut.
Upaya profesional guru adalah upaya seorang guru untuk mentransformasikan kemampuan profesionalis yang dimilikinya ke dalam proses belajar-mengajar. Dalam beberapa penelitian, upaya profesional guru tersebut ditunjukkan oleh penguasaan keahlian mengajar baik keahlian dalam menguasai materi pelajaran, penggunaan bahan pengajaran, pengelolaan kegiatan belajar murid, maupun upaya untuk selalu memperkaya serta meremajakan kemampuannya dalam mengembangkan program pengajaran. Waktu yang dicurahkan untuk kegiatan profesional (Teacher’s Time) menunjukkan intensitas waktu yang dipergunakan oleh seorang guru untuk tugas-tugas profesionalnya. Teacher’s time ini merupakan salah satu indikator penting dari mutu guru, seperti ditunjukkan oleh konsep waktu belajar (Time on Task) yang diukur dari intensitas belajar siswa secara perorangan. Time on Task ini telah ditemukan oleh berbagai penelitian secara konsisten sebagai prediktor terbaik dari mutu hasil belajar peserta didik.
Kesesuaian keahlian dengan pekerjaan profesional merupakan faktor yang mempengaruhi kemampuan profesional seorang guru. Faktor ini penting sesuai dengan prinsip keterkaitan dan kesepadanan yang harus menjadi tantangan bagi LPTK untuk selalu mengaitkan pendidikannya dengan kebutuhan guru, baik dari segi jumlah maupun mutunya.
Dalam hubungannya dengan permasalahan yang diangkat sebagai bahan penelitian, yaitu permasalahan yang berhubungan dengan unsur personil sekolah, yaitu guru. Guru sebagai tenaga kependidikan bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan. Guru harus secara efektif memberikan dorongan dan bantuan pencarian informasi pendukung tesis moralitas global. Belajar informasi oleh guru, dimaksudkan bukan sebatas penyediaan bahan pengajaran bagi pemenuhan kebutuhan emosi dan kesadaran siswa, tetapi juga membentuk sikap mandiri dan mempengaruhi perilaku kehidupan serta disiplin sekolah mereka.
Guru merupakan unsur penting dan berpengaruh dalam proses pendidikan dan pengajaran. Tenaga guru merupakan tenaga yang penting yang tidak boleh, tidak ada. Bagaiamanapun baiknya unsur lain, tetapi bila tidak didukung oleh unsur guru yang profesional maka pelaksanaan program pendidikan tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. Kunci keberhasilan pelaksanaan program pendidikan dan pengajaran sangat ditentukan oleh guru yang melaksanakan proses pembelajaran secara profesional.
Guru yang memiliki profesionalisme tinggi akan tercermin dalam sikap mental sarta komitmennya terhadap perwujudan dan peningkatan kualitas profesional melalui berbagai cara dan strategi. Guru akan selalu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman sehingga keberadaannya senantiasa memberikan makna profesional.
Kata “profesi” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diberi arti “bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keakhlian (keterampilan, kejuruan, dsb.) tertentu.” Profesionalisme adalah sebutan yang mengacu kepada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan profesionalnya. Mohammad Surya menyebutkan bahwa sebagai indikator atau ciri dari profesionalisme adalah :
Pertama, dia selalu bercita-cita untuk berada atau berkinerja mendekati standar ideal. … Kedua, selalu berusaha untuk memperbaiki dirinya melalui pengalaman belajar, … Ketiga, seorang guru yang berprofesionalisme tinggi itu artinya dia memiliki kebanggaan profesi. Dia memiliki kebanggaan pada peran-peran masa lalu, berdedikasi untuk masa sekarang, dan meyakini akan peran-peran dimasa yang akan datang.
Sikap profesional dan perilaku guru akan mewarnai bentuk-bentuk proses pembelajaran yang terjadi. Guru sebagai pengemban tugas langsung bertatap muka dengan siswa dapat membimbing aktivitas belajar siswa, dan harus mampu menciptakan suasana belajar yang dapat mendorong siswa belajar dengan baik.
Sikap guru pada proses pembelajaran cenderung mempengaruhi perilaku guru dalam mengajar, sedangkan perilaku guru dalam mengajar akan mempengaruhi siswa dalam belajar. Tingkah laku guru akan mempengaruhi tingkah laku siswa. Siswa secara terus menerus mereaksi sikap, nilai dan kepribadian guru. Bila sikap guru terhadap pengajaran negatif, guru cenderung melakukan tugas mengajar menjadi sekedarnya dan tidak serius. Hal ini akan mempengaruhi pula kepada suasana belajar siswa di kelas. Siswa menjadi kehilangan motivasi untuk belajar. Akibatnya hasil belajar siswa menjadi tidak memuaskan. Lain halnya dengan keadaan sikap positif pada proses pembelajaran, guru akan cenderung melakukan tugas mengajar dengan baik sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diembannya. Dampaknya sangat positif bagi situasi belajar siswa sehingga diharapkan akan berdampak positif bagi hasil belajarnya.
Hubungan guru-siswa merupakan hal yang tidak dapat dihindari dari kegiatan pengajaran. Keduanya berada pada satu situasi dan kondisi yang sama dengan tujuan mengubah (guru) dan berubah (siswa). Antara guru dengan siswa harus terjadi interaktif yang harmonis dan serasi. Dari sudut pandang guru, sebagai subjek yang melaksanakan pengajaran, Winarno Surakhmad menyimpulkan ada tiga fase pelaksanaan pengajaran, yaitu :
Fase pertama merupakan tindakan-tindakan pendahuluan, misalnya tindakan untuk meniadakan pengaruh negatif … Fase kedua berpusat pada proses mengajar secara aktual. Untuk mencegah terjadinya proses yang mekanik, dalam fase ini guru harus waspada terhadap faktor-faktor yang membutuhkan perhatian khusus, baik dari pihak murid maupun dari pihak luar. Perhatian guru sekaligus harus tertuju pada bermacam-macam hal, baik mengenai penguasaan dan pengendalian di kelas, maupun mengenai dirinya sendiri. Pada suatu saat proses interaksi yang khusus itu mendekati penyelesaian; pada saat ini guru memasuki fase ketiga.
Upaya pemerintah dalam meningkatkan profesionalisme guru sudah banyak dilakukan melalui berbagai hal, seperti penataran-penataran, lokakarya, Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), dan lain sebagainya, tetapi kualitas hasil belajar masaih saja merupakan persoalan. Salah satu penyebabnya bisa jadi adalah karena sikap guru pada proses pembelajaran yang belum menunjukkan sikap positif. Keadaan seperti ini memang tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, dan harus segera dicari jalan keluarnya sehingga proses pencapaian tujuan pendidikan dapat dilaksanakan dengan optimal.
Sikap guru terhadap pelaksanaan tugas profesional dalam kegiatan pengajaran dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor dari dalam maupun faktor dari luar. Faktor dari luar yang dapat mempengaruhi dan membentuk sikap guru pada proses pembelajaran, diantaranya adalah bagaimana persepsi guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah dan bagaimana persepsi guru terhadap kondisi lingkungan kerja ditempat ia bertugas. Kedua unsur tersebut berkemungkinan sangat besar pengaruhnya terhadap pelaksanaan tugas profesional dalam kegiatan pembelajaran sebab kepala sekolah merupakan pimpinan sekolah dan atasan langsung daru guru-guru. Demikian pula dengan kondisi lingkungan kerja, berkemungkinan besar dapat mempengaruhi pelaksanaan tugas profesional dalam kegiatan pembelajaran sebab lingkungan kerja merupakan tempat keseharian guru-guru bekerja.
Hal inilah yang mendorong untuk dilakukan pengkajian dengan harapan pengetahuan tentang hal tersebut dapat mendorong terciptanya sikap positif guru terhadap proses pembelajaran. Dengan demikian diharapkan sikap positif guru terhadp proses pembelajaran dapat mendorong pula terciptanya iklim proses pendidikan dan pengajaran di kelas yang dapat memperlacar pencapaian tujuan yang diharapkan, yaitu out put yang bermutu.  
B.       Peranan Kepala Sekolah dalam meningkat Mutu Pendidikan
Secara garis besar, ruang lingkup tugas kepala sekolah dapat diklasifikasikan ke dalam dua aspek pokok, yaitu pekerjaan di bidang administrasi sekolah dan pekerjaan yang berkenaan dengan pembinaan profesional kependidikan. Untuk melaksanakan tugas tersebut dengan sebaik – baiknya, ada tiga jenis ketrampilan pokok yang harus dimiliki oleh kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan yaitu ketrampilan teknis ( technical skill ), ketrampilan berkomunikasi ( human relations skill ) dan ketrampilan konseptual ( conceptual skill ).
Menurut persepsi banyak guru, keberhasilan kepemimpinan kepala sekolah terutama dilandasi oleh kemampuannya dalam memimpin. Kunci bagi kelancaran kerja kepala sekolah terletak pada stabilitas dan emosi dan rasa percaya diri. Hal ini merupakan landasan psikologis untuk memperlakukan stafnya secara adil, memberikan keteladanan dalam bersikap, bertingkah laku dan melaksanakan tugas.
Dalam konteks ini, kepala sekolah dituntut untuk menampilkan kemampuannya membina kerja sama dengan seluruh personel dalam iklim kerja terbuka yang bersifat kemitraan, serta meningkatkan partisipasi aktif dari orang tua murid. Dengan demikian, kepala sekolah bisa mendapatkan dukungan penuh setiap program kerjanya.
Keterlibatan kepala sekolah dalam proses pembelajaran siswa lebih banyak dilakukan secara tidak langsung, yaitu melalui pembinaan terhadap para guru dan upaya penyediaan sarana belajar yang diperlukan.
Kepala sekolah sebagai komunikator bertugas menjadi perantara untuk meneruskan instruksi kepada guru, serta menyalurkan aspirasi personel sekolah kepada instansi kepada para guru, serta menyalurkan aspirasi personel sekolah kepada instansi vertikal maupun masyarakat. Pola komunikasi dari sekolah pada umumnya bersifat kekeluargaan dengan memanfaatkan waktu senggang mereka. Alur penyampaian informasi berlangsung dua arah, yaitu komunikasi top-down, cenderung bersifat instruktif, sedangkan komunikasi bottom-up cenderung berisi pernyataan atau permintaan akan rincian tugas secara teknis operasional. Media komunikasi yang digunakan oleh kepala sekolah ialah : rapat dinas, surat edaran, buku informasi keliling, papan data, pengumuman lisan serta pesan berantai yang disampaikan secara lisan.
Dalam bidang pendidikan, yang dimaksud dengan mutu memiliki pengertian sesuai dengan makna yang terkandung dalam siklus pembelajaran. Secara ringkas dapat disebutkan beberapa kata kunci pengertian mutu, yaitu: sesuai standar (fitness to standard), sesuai penggunaan pasar/pelanggan (fitness to use), sesuai perkembangan kebutuhan (fitness to latent requirements), dan sesuai lingkungan global (fitness to global environmental requirements).2 Adapun yang dimaksud mutu sesuai dengan standar, yaitu jika salah satu aspek dalam pengelolaan pendidikan itu sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Garvin seperti dikutip Gaspersz mendefinisikan delapan dimensi yang dapat digunakan untuk menganalisis karakteristik suatu mutu, yaitu: (1) kinerja (performance), (2) feature, (3) kehandalan (reliability), (4) konfirmasi (conformance), (5) durability, (6) kompetensi pelayanan (servitability), (7) estetika (aestetics), dan (8) kualitas yang dipersepsikan pelanggan yang bersifat subjektif.
Dalam pandangan masyarakat umum sering dijumpai bahwa mutu sekolah atau keunggulan sekolah dapat dilihat dari ukuran fisik sekolah, seperti gedung dan jumlah ekstra kurikuler yang disediakan. Ada pula masyarakat yang berpendapat bahwa kualitas sekolah dapat dilihat dari jumlah lulusan sekolah tersebut yang diterima di jenjang pendidikan selanjutnya. Untuk dapat memahami kualitas pendidikan formal di sekolah, perlu kiranya melihat pendidikan formal di sekolah sebagai suatu sistem. Selanjutnya mutu sistem tergantung pada mutu komponen yang membentuk sistem, serta proses yang berlangsung hingga membuahkan hasil.
Dalam pelaksanaan manajemen peningkatan mutu,  Kepala sekolah harus senantiasa memahami sekolah sebagai suatu sistem organic. Untuk itu kepala sekolah harus lebih berperan sebagai pemimpin dibandingkan sebagai manager. Sebagai leader maka kepala sekolah harus :
1.        Lebih banyak mengarahkan daripada mendorong atau memaksa
2.        Lebih bersandar pada kerjasama dalam menjalankan tugas dibandingkan bersandar pada kekuasaan atau SK.
3.        Senantiasa menanamkan kepercayaan pada diri guru dan staf administrasi. Bukannya menciptakan rasa takut.
4.        Senantiasa menunjukkan bagaimana cara melakukan sesuatu daripada menunjukkan bahwa ia tahu sesuatu.
5.        Senantiasa mengembangkan suasana antusias bukannya mengembangkan suasana yang menjemukan
6.        Senantiasa memperbaiki kesalahan yang ada daripada menyalahkan kesalahan pada seseorang, bekerja dengan penuh ketangguhan bukannya ogah-ogahan karena serba kekurangan(Boediono,1998).
Menurut Poernomosidi Hadjisarosa (1997 dalam slamet, PH, 2000), kepala sekolah merupakan salah satu sumberdaya sekolah yang disebut sumberdaya manusia jenis manajer (SDM-M) yang memiliki tugas dan fungsi mengkoordinasikan dan menyerasikan sumberdaya manusia jenis pelaksana (SDM-P) melalui sejumlah input manajemen agar SDM-P menggunakan jasanya untuk bercampur tangan dengan sumberdaya selebihnya (SD-slbh), sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik untuk menghasilkan output yang diharapkan.
Secara umum, karakteristik kepala sekolah tangguh dapat dituliskan sebagai berikut (Slamet, PH,2000) : Kepala sekolah:
a)         Memiliki wawasan jauh kedepan (visi) dan tahu tindakan apa yang harus dilakukan (misi) serta paham benar tentang cara yang akan ditempuh (strategi);
b)        Memiliki kemampuan mengkoordinasikan dan menyerasikan seluruh sumberdaya terbatas yang ada untuk mencapai tujuan atau untuk memenuhi kebutuhan sekolah (yang umumnya tak terbatas)
c)         Memiliki kemampuan mengambil keputusan dengan terampil (cepat, tepat, cekat, dan akurat)
d)        Memiliki kemampuan memobilisasi sumberdaya yang ada untuk mencapai tujuan dan yang mampu menggugah pengikutnya untuk melakukan hal-hal penting bagi tujuan sekolahnya
e)         Memiliki toleransi terhadap perbedaan pada setiap orang dan tidak mencari orang-orang yang mirip dengannya, akan tetapi sama sekali tidak toleran terhadap orang-orang yang meremehkan kualitas, prestasi, standar, dan nilai-nilai
f)          Memiliki kemampuan memerangi musuh-musuh kepala sekolah, yaitu ketidakpedulian, kecurigaan, tidak membuat keputusan, mediokrasi, imitasi, arogansi, pemborosan, kaku, dan bermuka dua dalam bersikap dan bertindak.
Adapun peran kepala sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.         Kepala sekolah menggunakan “pendekatan sistem” sebagai dasar cara berpikir, cara mengelola, dan cara menganalisis kehidupan sekolah. Oleh karena itu, kepala sekolah harus berpikir sistem (bukan unsystem), yaitu berpikir secara benar dan utuh, berpikir secara runtut (tidak meloncat-loncat), berpikir secara holistik (tidak parsial), berpikir multi-inter-lintas disiplin (tidak parosial), berpikir entropis (apa yang diubah pada komponen tertentu akan berpengaruh terhadap komponen-komponen lainnya); berpikir “sebab-akibat” (ingat ciptaan-Nya selalu berpasang-pasangan); berpikir interdipendensi dan integrasi, berpikir eklektif (kuantitatif +kualitatif), dan berpikir sinkretisme.
2.         Kepala sekolah memiliki input manajemen yang lengkap dan jelas, yangditunjukkan oleh kelengkapan dan kejelasan dalam tugas (apa yang harus dikerjakan, yang disertai fungsi, kewenangan, tanggungjawab, kewajiban, dan hak), rencana (diskripsi produk yang akan dihasilkan), program (alokasi sumberdaya untuk merealisasikan rencana), ketentuanketentuan/limitasi (peraturan perundang-undangan, kualifikasi, spesifikasi, metoda kerja, prosedur kerja, dsb.), pengendalian (tindakan turun tangan), dan memberikan kesan yang baik kepada anak buahnya.
3.         Kepala sekolah memahami, menghayati, dan melaksanakan perannya sebagai manajer (mengkoordinasi dan menyerasikan sumberdaya untuk mencapai tujuan), pemimpin (memobilisasi dan memberdayakan sumberdaya manusia), pendidik (mengajak nikmat untuk berubah), wirausahawan (membuat sesuatu bisa terjadi), penyelia (mengarahkan, membimbing dan memberi contoh), pencipta iklim kerja (membuat situasi kehidupan kerja nikmat), pengurus/administrator (mengadminitrasi), pembaharu (memberi nilai tambah), regulator (membuat aturan-aturan sekolah), dan pembangkit motivasi (menyemangatkan).
Menurut Enterprising Nation (1995), manajer tangguh memiliki delapan kompetensi, yaitu: (a) people skills, (b) strategic thinker, (c) visionary, (d) flexible and adaptable to change, (e) self-management, (f) team player, (g) ability to solve complex problem and make decisions, and (h) ethical/high personal standards.
Sedang American Management Association (1998) menuliskan 18 kompetensi yang harus dimiliki manajer tangguh, yaitu: (a) efficiency orientation, (b) proactivity, (c) concern with impact, (d) diagnostic use of concepts, (e) use of unilateral power, (f) developing others, (g) spontaneity, (h) accurate self-assessment, (i) self-control, (j) stamina and adaptability, (k) perceptual objectivity, (l) positive regard, (m) managing group process, (n) use of sosialized power, (o) self-confidence, (p) conceptualization, (q) logical thought, and (r) use of oral presentation.
  1. Kepala sekolah memahami, menghayati, dan melaksanakan dimensi-dimensi tugas (apa), proses (bagaimana), lingkungan, dan keterampilan personal, yang dapat diuraikan sebagai berikut: (a) dimensi tugas terdiri dari: pengembangan kurikulum, manajemen personalia, manajemen kesiswaan, manajemen fasilitas, pengelolaan keuangan, hubungan sekolahmasyarakat, dsb; (b) dimensi proses, meliputi pengambilan keputusan, pengelolaan kelembagaan, pengelolaan program, pengkoordinasian, pemotivasian, pemantauan dan pengevaluasian, dan pengelolaan proses belajar mengajar; (c) dimensi lingkungan meliputi pengelolaan waktu, tempat, sumberdaya, dan kelompok kepentingan; dan (d) dimensi keterampilan personal meliputi organisasi diri, hubungan antar manusia, pembawaan diri, pemecahan masalah, gaya bicara dan gaya menulis (Lipham, 1974; Norton, 1985).
5.         Kepala sekolah mampu menciptakan tantangan kinerja sekolah (kesenjangan antara kinerja yang aktual/nyata dan kinerja yang diharapkan). Berangkat dari sini, kemudian dirumuskan sasaran yang akan dicapai oleh sekolah, dilanjutkan dengan memilih fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran, lalu melakukan analisis SWOT (Strength, Weaknes, Opportunity, Threat) untuk menemukan faktor-faktor yang tidak siap (mengandung persoalan), dan mengupayakan langkah-langkah pemecahan persoalan. Sepanjang masih ada persoalan, maka sasaran tidak akan pernah tercapai.
6.         Kepala sekolah mengupayakan teamwork yang kompak/kohesif dan cerdas, serta membuat saling terkait dan terikat antar fungsi dan antar warganya, menumbuhkan solidaritas/kerjasama/kolaborasi dan bukan kompetisi sehingga terbentuk iklim kolektifitas yang dapat menjamin kepastian hasil/output sekolah.
7.         Kepala sekolah menciptakan situasi yang dapat menumbuhkan kreativitas dan memberikan peluang kepada warganya untuk melakukan eksperimentasi-eksperimentasi untuk menghasilkan kemungkinan-kemungkinan baru, meskipun hasilnya tidak selalu benar (salah). Dengan kata lain, kepala sekolah mendorong warganya untuk mengambil dan mengelola resiko serta melindunginya sekiranya hasilnya salah.
8.         Kepala sekolah memiliki kemampuan dan kesanggupan menciptakan sekolah belajar .
9.         Kepala sekolah memiliki kemampuan dan kesanggupan melaksanakan Manajemen Berbasis Sekolah sebagai konsekuensi logis dari pergeseran kebijakan manajemen, yaitu pergeseran dari Manajemen Berbasis Pusat menuju Manajemen Berbasis Sekolah (dalam kerangka otonomi daerah).
10.     Kepala sekolah memusatkan perhatian pada pengelolaan proses belajar mengajar sebagai kegiatan utamanya, dan memandang kegiatan-kegiatan lain sebagai penunjang/pendukung proses belajar mengajar. Karena itu, pengelolaan proses belajar mengajar dianggap memiliki tingkat kepentingan tertinggi dan kegiatan-kegiatan lainnya dianggap memiliki tingkat kepentingan lebih rendah
11.     Kepala sekolah mampu dan sanggup memberdayakan sekolahnya (Slamet PH, 2000), terutama sumberdaya manusianya melalui pemberian kewenangan, keluwesan, dan sumberdaya.
C.       Persiapan seorang guru dalam pendidkan untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia
Peningkatan kualitas SDM sebenarnya harus diawali dengan peningkatan kualitas pembelajaran di kelas. Melalui pembelajaran kelas yang efektif akan diperoleh kualitas SDM yang handal. Hal ini disebabkan karena peran sentral guru sebagai “nahkoda kelas”. Oleh sebab itu guru yang ideal adalah guru yang mampu menjadi partner siswa dalam belajar, motivator dan teladan sikap positif, sekaligus selalu melakukan refleksi terhadap apa yang telah dilakukannya. Untuk mencapai hal tersebut maka seorang guru dituntut untuk memiliki enam sikap dasar, yang antara lain: (1) Mengkritik diri sendiri, senantiasa melakukan refleksi secara jujur, dalam rangka pengembangan kekurangan diri sendiri. (2) Terbuka terhadap masukan orang luar, berbagai macam masukan dan informasi merupakan “data base” untuk terasah dan semakin kaya akan solusi dan inovasi dalam pembelajaran.  (3) Mau mengakui kesalahan, menumbuhkan sikap tanggung jawab dalam melakukan tindakan. (4) Mau menggunakan ide orang lain yang dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar. (5) Mau memberi masukan yang jujur dan penuh dan terakhir (6) Berkomitmen terhadap perubahan, setiap guru harus mampu menumbuhkan komitmen bahwa proses pembelajaran hakekatnya adalah belajar untuk menjadi dan memberikan yang terbaik bagi siswa, sebab belajar adalah proses perubahan itu sendiri.
Berdasarkan data The World Competitive Scoreboard Tahun 2005 SDM Indonesia masih berada pada peringkat 59 jauh dibawah Singapura (peringkat 3) ataupun Malaysia (peringkat 28). Data UNDP tahun 2005 menunjukkan bahwa Human Developement Indeks (HDI) Indonesia sejauh ini masih berada pada peringkat 110 yang menempatkan negara ini dibawah Vietnam (peringkat 108) dan Malaysia (peringkat 61). Dari data-data diatas dapat disimpulkan bahwa guru Indonesia sebagai motor pendidikan ternyata belum mampu mencapai kualitas sebagaimana diharapkan. Kaitan antara kualitas guru dan kualitas SDM  cukup berdasar sebab guru merupakan “nahkoda” di dalam kelas. Hal ini dipertegas oleh Anderson & Mitchener (dalam Rahayu, 2005) bahwa pengetahuan, pengalaman dan paradigma guru tentang pembelajaran akan sangat mempengaruhi apa yang terjadi di dalam kelas.
Pembelajaran di kelas yang efektif mensyaratkan guru sebagai partner siswa dalam belajar, motivator dan teladan sikap positif, sekaligus selalu melakukan refleksi terhadap apa yang telah dilakukannya. Ditegaskan oleh Glenn (dalam Rahayu, 2005) bahwa kemampuan mengajar bukanlah suatu yang ”take for granted”, namun kemampuan ini dapat untuk dipelajari bahkan untuk disempurnakan secara terus menerus. Ketrampilan mengajar khusus, misalnya kemampuan untuk membedakan antara apa yang paling penting dipelajari oleh siswa atau apa yang paling sulit dipahami siswa, hanya dapat diperoleh melalui pelatihan, konsultasi, kolaborasi, dan praktek langsung, dengan demikian berarti bahwa penguasaan guru terhadap materi  akan menentukan kualitas guru itu sendiri.
Budaya kolaborasi guru inilah yang hampir jarang ditemukan di Indonesia. Hal ini berbeda dengan budaya pendidikan yang ada di Jepang,  sejak akhir perang dunia II dengan terinspirasi semangat ”hansei”, semangat bangsa Jepang untuk mengkritik diri sendiri (refleksi diri) dalam rangka mengembangkan kekurangan diri sendiri. Dari sini lahir metode yang dikenal dengan istilah ”Jugyokenkyu”, kemudian hari Chaterine C. Lewis menyebutnya sebagai lesson study. Di Jepang adalah hal yang biasa saat seorang guru bahkan murid sendiri mengajukan pertanyaan seperti ”apakah saya sudah mencoba dengan sekuat tenaga ?”, ”apakah saya ingat materi apa yang harus saya bawa ke sekolah sepanjang minggu ini ?”, ”apakah saya sudah melakukan perbuatan perbuatan cinta kasih ke teman-teman saya ?”, ”apa yang masih perlu saya perbaiki ?”. Budaya ini demikian efektif hingga menjadi sebuah motor penggerak dalam pembaharuan pendidikan di Jepang.
Menurut Stigler dan Heibert (dalam Susilo, 2005: 3) menyebutkan bahwa terdapat unsur kunci yang hilang dari reformasi pendidikan yaitu suatu cara efektif untuk meningkatkan kegiatan belajar mengajar melalui pengembangan pengetahuan keprofesionalan bersama-sama berdasarkan praktik pembelajaran. Untuk mencapai hal tersebut maka seorang guru dituntut untuk memiliki enam sikap dasar, yang antara lain: (1) Mengkritik diri sendiri, senantiasa melakukan refleksi secara jujur, dalam rangka pengembangan kekurangan diri sendiri. (2) Terbuka terhadap masukan orang luar, berbagai macam masukan dan informasi merupakan “data base” untuk terasah dan semakin kaya akan solusi dan inovasi dalam pembelajaran.  (3) Mau mengakui kesalahan, menumbuhkan sikap tanggung jawab dalam melakukan tindakan. (4) Mau menggunakan ide orang lain yang dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar. (5) Mau memberi masukan yang jujur dan penuh dan terakhir (6) Berkomitmen terhadap perubahan, setiap guru harus mampu menumbuhkan komitmen bahwa proses pembelajaran hakekatnya adalah belajar untuk menjadi dan memberikan yang terbaik bagi siswa, sebab belajar adalah proses perubahan itu sendiri.
Seorang Guru harus berpacu dalam pembelajaran, dengan memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik, agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Dalam hal ini, guru harus kreatif, professional dan menyenangkan, dengan memposisikan diri sebagai :
1.        Orang tua, yang penuh kasih sayang pada peserta didiknya.
2.        Teman, tempat mengadu dan mengutarakan perasaan bagi para peserta didik.
3.        Fasilitator, yang selalu siap memberikan kemudahan, dan melayani peserta didik sesuai minat, kemampuan dan bakatnya.
4.        Memberikan sumbangan pemikiran kepada orang tua untuk dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan saran pemecahannya.
5.        Memupuk rasa percaya diri, berani dan bertanggung jawab.
6.        Membiasakan peserta didik untuk saling berhubungan dengan orang lain secara wajar.
7.        Mengembangkan proses sosialisasi yang wajar antar peserta didik, orang lain, dan lingkungannya.
8.        Mengembangkan kreativitas.
9.        Menjadi pembantu ketika diperlukan.
Demikian beberapa peran yang harus dijalani seorang guru dalam mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh para siswanya.
Peran dan Fungsi Guru
Para pakar pendidikan di Barat telah melakukan penelitian tentang peran guru yang harus dilakoni. Peran guru yang beragam telah diidentifikasi dan dikaji oleh Pullias dan Young (1988), Manan (1990) serta Yelon dan Weinstein (1997). Adapun peran-peran tersebut adalah sebagai berikut :
1.        Guru Sebagai Pendidik
Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin. Peran guru sebagai pendidik (nurturer) berkaitan dengan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk memperoleh pengalaman-pengalaman lebih lanjut seperti penggunaan kesehatan jasmani, bebas dari orang tua, dan orang dewasa yang lain, moralitas tanggungjawab kemasyarakatan, pengetahuan dan keterampilan dasar, persiapan.untuk perkawinan dan hidup berkeluarga, pemilihan jabatan, dan hal-hal yang bersifat personal dan spiritual. Oleh karena itu tugas guru dapat disebut pendidik dan pemeliharaan anak. Guru sebagai penanggung jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktivitas anak-anak agar tingkat laku anak tidak menyimpang dengan norma-norma yang ada.
2.        Guru Sebagai Pengajar
Peranan guru sebagai pengajar dan pembimbing dalam kegiatan belajar peserta didik dipengaruhi oleh berbagai factor, seperti motivasi, kematangan, hubungan peserta didik dengan guru, kemampuan verbal, tingkat kebebasan, rasa aman dan keterampilan guru dalam berkomunikasi. Jika factor-faktor di atas dipenuhi, maka melalui pembelajaran peserta didik dapat belajar dengan baik. Guru harus berusaha membuat sesuatu menjadi jelas bagi peserta didik dan terampil dalam memecahkan masalah.
Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam pembelajaran, yaitu : Membuat ilustrasi, Mendefinisikan, Menganalisis, Mensintesis, Bertanya, Merespon, Mendengarkan, Menciptakan kepercayaan, Memberikan pandangan yang bervariasi, Menyediakan media untuk mengkaji materi standar, Menyesuaikan metode pembelajaran, Memberikan nada perasaan.
Agar pembelajaran memiliki kekuatan yang maksimal, guru-guru harus senantiasa berusaha untuk mempertahankan dan meningkatkan semangat yang telah dimilikinya ketika mempelajari materi standar.
3.        Guru Sebagai Pembimbing
Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan, yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggungjawab atas kelancaran perjalanan itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya menyangkut fisik tetapi juga perjalanan mental, emosional, kreatifitas, moral dan spiritual yang lebih dalam dan kompleks.
Sebagai pembimbing perjalanan, guru memerlukan kompetensi yang tinggi untuk melaksanakan empat hal berikut.
Pertama, guru harus merencanakan tujuan dan mengidentifikasi kompetensi yang hendak dicapai. Kedua, guru harus melihat keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran, dan yang paling penting bahwa peserta didik melaksanakan kegiatan belajar itu tidak hanya secara jasmaniah, tetapi mereka harus terlibat secara psikologis.Ketiga, guru harus memaknai kegiatan belajar.Keempat, guru harus melaksanakan penilaian.
4.        Guru sebagai Pemimpin
Guru diharapkan mempunyai kepribadian dan ilmu pengetahuan. Guru menjadi pemimpin bagi peserta didiknya. Ia akan menjadi imam.
5.        Guru sebagai pengelola pembelajaran
Guru harus mampu menguasai berbagai metode pembelajaran. Selain itu ,guru juga dituntut untuk selalu menambah pengetahuan dan keterampilan agar supaya pengetahuan dan keterampilan yang dirnilikinya tidak ketinggalan jaman.
6.        Guru Sebagai Model dan Teladan
Guru merupakan model atau teladan bagi para peserta didik dan semua orang yang menganggap dia sebagai guru. Terdapat kecenderungan yang besar untuk menganggap bahwa peran ini tidak mudah untuk ditentang, apalagi ditolak. Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang di sekitar lingkungannya yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru : Sikap dasar, Bicara dan gaya bicara, Kebiasaan bekerja, Sikap melalui pengalaman dan kesalahan, Pakaian, Hubungan kemanusiaan, Proses berfikir, Perilaku neurotis, Selera, Keputusan, Kesehatan, Gaya hidup secara umum. Perilaku guru sangat mempengaruhi peserta didik, tetapi peserta didik harus berani mengembangkan gaya hidup pribadinya sendiri.
Guru yang baik adalah yang menyadari kesenjangan antara apa yang diinginkan dengan apa yang ada pada dirinya, kemudian menyadari kesalahan ketika memang bersalah. Kesalahan harus diikuti dengan sikap merasa dan berusaha untuk tidak mengulanginya.
7.        Sebagai anggota masyarakat
Peranan guru sebagai komunikator pembangunan masyarakat. Seorang guru diharapkan dapat berperan aktif dalam pembangunan di segala bidang yang sedang dilakukan. Ia dapat mengembangkan kemampuannya pada bidang-bidang dikuasainya. Guru perlu juga memiliki kemampuan untuk berbaur dengan masyarakat melalui kemampuannya, antara lain melalui kegiatan olah raga, keagamaan dan kepemudaan. Keluwesan bergaul harus dimiliki, sebab kalau tidak pergaulannya akan menjadi kaku dan berakibat yang bersangkutan kurang bisa diterima oleh masyarakat.
8.        Guru sebagai administrator
Seorang guru tidak hanya sebagai pendidik dan pengajar, tetapi juga sebagai administrator pada bidang pendidikan dan pengajaran. Guru akan dihadapkan pada berbagai tugas administrasi di sekolah. Oleh karena itu seorang guru dituntut bekerja secara administrasi teratur. Segala pelaksanaan dalam kaitannya proses belajar mengajar perlu diadministrasikan secara baik. Sebab administrasi yang dikerjakan seperti membuat rencana mengajar, mencatat hasil belajar dan sebagainya merupakan dokumen yang berharga bahwa ia telah melaksanakan tugasnya dengan baik.
9.        Guru Sebagai Penasehat
Guru adalah seorang penasehat bagi peserta didik juga bagi orang tua, meskipun mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasehat dan dalam beberapa hal tidak dapat berharap untuk menasehati orang.
Peserta didik senantiasa berhadapan dengan kebutuhan untuk membuat keputusan dan dalam prosesnya akan lari kepada gurunya. Agar guru dapat menyadari perannya sebagai orang kepercayaan dan penasihat secara lebih mendalam, ia harus memahami psikologi kepribadian dan ilmu kesehatan mental.
10.    Guru Sebagai Pembaharu (Inovator)
Guru menerjemahkan pengalaman yang telah lalu ke dalam kehidupan yang bermakna bagi peserta didik. Dalam hal ini, terdapat jurang yang dalam dan luas antara generasi yang satu dengan yang lain, demikian halnya pengalaman orang tua memiliki arti lebih banyak daripada nenek kita. Seorang peserta didik yang belajar sekarang, secara psikologis berada jauh dari pengalaman manusia yang harus dipahami, dicerna dan diwujudkan dalam pendidikan.
Tugas guru adalah menerjemahkan kebijakan dan pengalaman yang berharga ini kedalam istilah atau bahasa moderen yang akan diterima oleh peserta didik. Sebagai jembatan antara generasi tua dan genearasi muda, yang juga penerjemah pengalaman, guru harus menjadi pribadi yang terdidik.
11.    Guru Sebagai Pendorong Kreatifitas
Kreativitas merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran dan guru dituntut untuk mendemonstrasikan dan menunjukkan proses kreatifitas tersebut. Kreatifitas merupakan sesuatu yang bersifat universal dan merupakan cirri aspek dunia kehidupan di sekitar kita. Kreativitas ditandai oleh adanya kegiatan menciptakan sesuatu yang sebelumnya tidak ada dan tidak dilakukan oleh seseorang atau adanya kecenderungan untuk menciptakan sesuatu.
Akibat dari fungsi ini, guru senantiasa berusaha untuk menemukan cara yang lebih baik dalam melayani peserta didik, sehingga peserta didik akan menilaianya bahwa ia memang kreatif dan tidak melakukan sesuatu secara rutin saja. Kreativitas menunjukkan bahwa apa yang akan dikerjakan oleh guru sekarang lebih baik dari yang telah dikerjakan sebelumnya.
12.     Guru Sebagai Emansipator
Dengan kecerdikannya, guru mampu memahami potensi peserta didik, menghormati setiap insan dan menyadari bahwa kebanyakan insan merupakan “budak” stagnasi kebudayaan. Guru mengetahui bahwa pengalaman, pengakuan dan dorongan seringkali membebaskan peserta didik dari “self image” yang tidak menyenangkan, kebodohan dan dari perasaan tertolak dan rendah diri. Guru telah melaksanakan peran sebagai emansipator ketika peserta didik yang dicampakkan secara moril dan mengalami berbagai kesulitan dibangkitkan kembali menjadi pribadi yang percaya diri.
13.     Guru Sebagai Evaluator
Evaluasi atau penilaian merupakan aspek pembelajaran yang paling kompleks, karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan, serta variable lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks yang hampir tidak mungkin dapat dipisahkan dengan setiap segi penilaian. Teknik apapun yang dipilih, dalam penilaian harus dilakukan dengan prosedur yang jelas, yang meliputi tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan dan tindak lanjut.
14.     Guru Sebagai Kulminator
Guru adalah orang yang mengarahkan proses belajar secara bertahap dari awal hingga akhir (kulminasi). Dengan rancangannya peserta didik akan melewati tahap kulminasi, suatu tahap yang memungkinkan setiap peserta didik bisa mengetahui kemajuan belajarnya. Di sini peran kulminator terpadu dengan peran sebagai evaluator.
Guru sejatinya adalah seorang pribadi yang harus serba bisa dan serba tahu. Serta mampu mentransferkan kebisaan dan pengetahuan pada muridnya dengan cara yang sesuai dengan perkembangan dan potensi anak didik.
Begitu banyak peran yang harus diemban oleh seorang guru. Peran yang begitu berat dipikul di pundak guru hendaknya tidak menjadikan calon guru mundur dari tugas mulia tersebut. Peran-peran tersebut harus menjadi tantangan dan motivasi bagi calon guru. Dia harus menyadari bahwa di masyarakat harus ada yang menjalani peran guru. Bila tidak, maka suatu masyarakat tidak akan terbangun dengan utuh. Penuh ketimpangan dan akhirnya masyarakat tersebut bergerak menuju kehancuran.
D.      Peran Aktif Siswa dalam meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan
Pendidikan, sebuah kata yang memiliki banyak definisi dan tidak akan habis jika diperbincangkan. Karena pendidikan dapat diperoleh oleh siapa saja, kapan saja, dan dimana saja. Perlu kita ketahui beberapa hal tentang pendidikan. Pendidikan adalah sebuah persoalan pokok yang mendasar yang merupakan kebutuhan dasar seluruh umat manusia dan merupakan suatu titik awal berkembangnya peradaban dunia. Pendidikan tersebut tidak semata – mata hanya dari bangku sekolah saja, tetapi digolongkan menjadi pendidikan formal dan pendidikan non-formal. Dalam hal ini, pembahasan lebih cenderung kepada pendidikan formal.
Yang menjadi tonggak awal berkembangnya pendidikan di Indonesia, yaitu pada saat dilaksanakannya politik etis atau balas budi, yang, dimana rakyat Indonesia, baik kaum bangsawan maupun rakyat biasa dapat mengecap pendidikan dan lahirlah golongan terpelajar. Dengan lahirnya golongan terpelajar, maka berubahlah nasib bangsa Indonesia melalui proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Sama halnya dengan pendapat beberapa ahli, seperti tokoh pendiri nasional, Ir. Soekarno dan Ki Hajar Dewantara, menyebutkan bahwa satu – satunya yang dapat mengubah nasib suatu bangsa adalah pendidikan. Sedangkan Jean Jaqques Rosseau, seorang tokoh pembaharu Perancis yang menyebutkan, semua yang kita butuhkan dan semua kekurangan kita waktu lahir, hanya akan kita penuhi melalui pendidikan. Selain itu, Aristoteles, ahli filsafat Yunani kuno berpendapat, bahwa perbaikan masyarakat hanya dapat dilakukan dengan terlebih dahulu memperbaiki sistem pendidikan.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, para siswa sebagai generasi muda Indonesia, khususnya pelajar Merangin, dapat menilai sendiri betapa pentingnya pendidikan. Pendidikan dapat menjadi alat dan sarana bagi kita untuk mengubah dunia. Oleh karena itu, dengan mutu dan kualitas pendidikan yang baik, para siswa juga dapat mengubah dunia menjadi lebih baik lagi, khususnya berperan aktif dalam pembangunan di Merangin dikemudian hari.
Dalam dunia pendidikan, siswa adalah aktor penting yang menjalankan peran utama dalam dunia pendidikan. Dengan semakin meningkatnya peran siswa dalam dunia pendidikan, maka semakin bagus pula mutu dan kualitas pendidikan tersebut. Untuk meningkatkan peran aktif siswa dalam dunia pendidikan Merangin, ada 2 faktor utama yang sangat berperan, yaitu faktor Internal dan Eksternal.
Yang menjadi faktor internal dalam meningkatkan peran aktif siswa di dunia pendidikan adalah siswa itu sendiri. Dengan demikian, mereka merupakan motor penggerak dalam meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan. Untuk menciptakan motor penggerak yang bermutu dan berkualitas diperlukan pengambilan sikap para siswa untuk terlibat dan berperan aktif, yaitu dengan menempuh jalur pendidikan yang lebih tinggi, antara lain dengan mengecap pendidikan di Universitas, Akademi, dan pendidikan lainnya yang sejenis. Namun perlu disadari, bahwa menempuh jalur pendidikan yang dimaksud di atas bukanlah segala – galanya. Perlu adanya usaha dan kesadaran yang maksimal dari para siswa untuk giat dan serius dalam menjalani orientasi pendidikannya.
Sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan perguruan tinggi yang akan dipilih adalah suatu hal yang sangat penting. Hal ini dikarenakan, para siswa tersebut akan menjadi motor penggerak yang bermutu dan berkualitas. Mereka dituntut untuk lebih jeli dan bijaksana dalam memilih perguruan tinggi. Karena langkah awal merupakan penentu akhir dari suatu tujuan, yaitu terciptanya motor penggerak yang bermutu dan berkualitas dalam membangun Merangin dikemudian hari.
Dalam hal memilih perguruan tinggi, seperti yang kita ketahui, akhir – akhir ini mulai menjamurnya perguruan tinggi berpapan nama yang menawarkan banyak kelebihan dan janji – janji, namun masih banyak yang belum memenuhi kriteria sebuah pendidikan tinggi, sehingga pada masa pertengahannya, perguruan tinggi berpapan nama tersebut ditutup dan berakibat hancurnya cita –cita motor penggerak tersebut. Oleh karena itu, diperlukanlah peran aktif siswa agar bijak mengambil keputusan demi tercapainya cita – cita.
Untuk menunjukkan peran aktif siswa dalam meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan yang ada di Merangin, tidak sedikit para siswa yang berkeinginan mengecap pendidikan tinggi, dan jika dianggap perlu, mereka rela meninggalkan kampung halaman dan merantau untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi di luar merangn. Hal ini dirasa sangat penting oleh orang tua siswa dengan mendukung peran aktif siswa tersebut. Selain itu juga adanya kesempatan yang diberikan oleh perguruan tinggi di luar Merangin
Sebagai bukti konkrit, telah kita ketahui banyaknya peserta didik Merangin yang menuntut ilmu pada perguruan tinggi di Jambi bahkan ada juga yang ke Pulau Jawa . Yang kelak, setelah mereka menamatkan pendidikan dan dengan bekal yang telah mereka dapati, mereka akan kembali Merangin sebagai sumber daya manusia yang berkualitas dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan besarnya minat dan keinginan untuk merealisasikan cita – cita dalam meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan di Merangin,
Ini menjadi sebuah motto yang mendukung mental para siswa untuk dapat lebih berhasil dalam proses pendidikan selanjutnya. Selain faktor internal, ada juga faktor eksternal yang mendukung terlaksananya faktor internal di atas. Yaitu dukungan dari keluarga, khususnya orang tua, sekolah, maupun masyarakat dan pemerintah. Dengan dukungan dan bimbingan yang penuh dari berbagai pihak, maka dapat terciptanya manusia yang berakhlak dan bermental dewasa, sehingga cita – cita pembangunan Merangin, bukan hanya sebuah mimpi belaka, melainkan sebuah proses realisasi untuk mewujudkan pembangunan bangsa.
Dalam lingkungan keluarga, orang tua sangat berperan dalam mendukung peran aktif sang anak dalam dunia pendidikan, yaitu dengan memberikan pendidikan, berupa bimbingan dan didikan. Pendidikan non-formal yang didapat seorang anak dari lingkungan keluarganya sangat berpengaruh dan menentukan seberapa besar peran aktif anak tersebut dalam dunia pendidikan. Hal ini dikarenakan lingkungan keluarga merupakan lingkungan terdekat bagi anak tersebut.
Sedangkan melalui pendidikan formal, guru sangat berperan untuk membangun tingkat intelektual siswa. Dengan berkualitasnya seorang guru, maka akan terciptalah siswa yang berkualitas pula. Peran seorang guru yang berkualitas, bukan hanya sebagai sumber utama ilmu pengetahuan atau jawaban dari segala persoalan, namun sebagai sarana dan fasilitator dalam menghubungkan siswa dengan ilmu pengetahuan, sehingga kompetensi yang baik dari seorang guru sangat diperlukan. Sedangkan peran seorang murid yang berkualitas adalah sebagai partisipan yang aktif, bukan sebagai partisipan pasif. Jika peran antara guru dan murid yang berkualitas telah sinkron, maka akan terwujudlah siswa sebagai calon motor penggerak pembangunan yang baik.
Selain itu, pemerintah juga memegang peranan yang cukup besar dalam mendukung peran aktif siswa. Hal tersebut terwujud dalam bentuk kebijakan – kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, baik dalam penentuan anggaran pendidikan, penentuan kurikulum, serta penentuan sistem – sistem pendidikan lainnya. Jika kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tersebut dapat meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan, maka keberhasilan dalam menciptakan motor penggerak akan terwujud.
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan, bahwa para siswa Merangin, Dalam mendukung semangat dan daya juang para siswa, yaitu dengan meningkatkan kualitas pendidikan melalui dukungan dari orang tua, sekolah, dan pemerintah. Dan untuk mencapai cita – cita tersebut, hal yang sangat penting adalah penentuan disiplin ilmu tertentu yang akan dituju oleh para siswa. Selanjutnya, keberhasilan orientasi pendidikan akan ditentukan oleh komitmen dan sikap disiplin para siswa pada saat masa pendidikannya. Dengan demikian, peran aktif siswa hanya akan terwujud dengan dukungan dari berbagai pihak, yaitu keluarga, sekolah, masyarakat, dan pemerintah.

sumber : http://fadol-syukroni.blogspot.com/